Sabtu, 29 Desember 2007

Jumat, 28 Desember 2007

PROFIL SMAN 3 CILEGON


SEJARAH
SMA Negeri 3 Cilegon keberadaannya dimulai dengan dibentuknya Panitia Persiapan Pelaksanaan Operasional SMA Negeri 3 Cilegon Pada tanggal 24 April 2000, yang dipimpin oleh Kakandepdikbud Kab.Serang, yang dihadiri oleh Kepala SMA Negeri 1 Cilegon (SMA Negeri 3 Cilegon merupakan filial dari SMA Negeri 1 Cilegon) dan Kepala SLTPN Se-Cilegon bertempat di Kampus SMA Negeri 3 Cilegon, yang bangunannya merupakan Proyek Sumbangan dari OECF Jepang.
Setelah Pengelola SMA Negeri 3 Cilegon dibentuk, maka diadakan Upacara Selamatan Penggunaan Gedung SMA Negeri 3 Cilegon yang dilanjutkan dengan Penerimaan Siswa Baru Tahun Pelajaran 2000/2001 sebanyak 200 Siswa Pada tanggal 17 Juli 2000 yang kemudian ditetapkan sebagai tanggal dan tahun berdirinya SMA Negeri 3 Cilegon.
Pada tanggal 17 April 2001 dengan nomor 046/0/2001 secara resmi SMA Negeri 3 Cilegon mendapatkan surat penegrian yang ditandatangani oleh Mendiknas, yang dilanjutkan dengan Pelantikan Kepala Sekolah Definitif Pada Tanggal 9 Juni 2003.
Pada Tanggal 6 Maret 2001, dengan diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah SMA Negeri 3 Cilegon juga mengadakan perubahan dengan dibentuknya Komite Sekolah dan mulai saat itu pengelolaan berpedoman pada Managemen Berbasis Sekolah (MBS).
Adapun Keadaan SMA Negeri 3 Cilegon Pada tahun Pelajaran 2003/2004 adalah sebagai Berikut :

IDENTITAS SEKOLAH
Nama Sekolah : SMA Negeri 3 Cilegon
Tahun Berdiri : 17 Juli 2000
NSS : -
Nomor Rutin : -
NPWP Rutin : -
NPWP DPP : -

SK Penegerian Sekolah :
Nomor : 046 / 0 / 2001
Tanggal : 17 April 2001


Status Tanah : Milik Negara



  • Luas Tanah : 12.200 m2

  • Luas Bangunan : 5.310 m2

  • Luas Halaman : 6.365 m2

  • Pagar : 780 m

VISI DAN MISI


VISI SMA Negeri 3 Cilegon

Mencetak peserta didik yang mampu memahami hak dan kewajibannya sebagai warga sekolah dan masyarakat yang ber “ CITRA “ (Cerdas, Imtaq, Terampil, Responsif dan Aktif).”

Untuk mewujudkan semua itu, SMA Negeri 3 Cilegon menentukan langkah-langkah strategis yang dinyatakan dalam Misi:

Misi SMA Negeri 3 Cilegon



  1. Cerdas : Mendidik siswa menguasai keilmuan dan memiliki akhlak yang terpuji

  2. Imtaq (Iman dan Taqwa) : Menumbuhkembangkan keyakinan yang tinggi bahwa ilmu yang didapat pada hakekatnya berasal dari Allah SWT dan kelak diamalkan untuk kejayaan Agama, Bangsa dan Negara

  3. Terampil : Mengembangkan kemampuan dan keterampilan siswa agar siap menghadapi tantangan dimasa yang akan datang

  4. Responsif : Menanamkan sikap yang tanggap dan tidak bersikap apatis terhadap keadaan di sekitarnya

  5. Aktif : Menumbuhkembangkan potensi dan rasa kepercayaan diri siswa melalui kegiatan organisasi di lingkungan sekolah

BERITA DUKA.....

Ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Itulah yang akan selalu terjadi di dunia fana ini. yang pasti kita harus selalu yakin bahwa Allah yang MAHA ADIL tahu yang terbaik bagi hamba-Nya.

Di akhir semester ini, 6 rekan kami : p' Muhatibi, p' Pathul, p' Giono, b' Anis, p' Agus Salim dan p' Suwarto, harus kembali ke tempat tugasnya masing-masing, tidak lagi dapat bersama-sama mengabdi mencerdaskan siswa SMAN 3 Cilegon khususnya.

Mereka harus kembali ke tempat tugasnya masing-masing dengan adanya aturan dinas kota yang menyatakan bahwa "untuk guru PNS tidak boleh mengajar di sekolah lain selain sekolah tempatnya bertugas".

Dengan demikian kepala sekolah harus melaksanakan aturan itu di awal semester genap tanpa ada pertimbangan lain.

Hal ini merupakan pukulan yang keras bagi kami seluruh warga sekolah SMAN 3 Cilegon dan berarti bahwa kami harus berjuang lebih keras lagi untuk melaksanakan seluruh kegiatan sekolah di masa yang akan datang.

Saya ucapkan terimakasih kepada p' Muhatibi, p' Pathul, p' Giono, b' Anis, p' Agus Salim dan p' Suwarto atas jasanya yang telah membantu dan bersama-sama berjuang mendidik siswa SMAN 3 Cilegon. Selamat jalan.. semoga sukses.. semoga Allah selalu membimbing dan melindungi.

Wallahu a'lam bishawab.
Silahkan Isikan komentar anda ....

Kamis, 27 Desember 2007

Ah, Itu Kan Cuma Dosa Kecil!

24 Des 07 17:05 WIB

Oleh Sabrul Jamil
“Ah, itu kan cuma dosa kecil, Mas!”
Ungkapan seperti ini sering terdengar. Entah di lingkungan sekitar rumah, di warung-warung, atau di kalangan pekerja kantoran. Apa yang mereka sebut dosa kecil? Menurut pengalaman saya, gurauan atau candaan yang menyerempet porno sering dianggap hal kecil, dan bumbu dalam pergaulan. Selain itu, yang juga cukup sering dianggap enteng adalah gosip, entah ghibah ataupun namimah.
Sebenarnya, apakah ukuran suatu dosa itu dianggap kecil atau besar? Saya mendiskusikan hal itu dengan jamaah Masjid di dekat rumah.
Salah seorang jamaah menjawab dengan membacakan hadist berikut: “Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, Shalat lima waktu, dari (shalat) Jumat ke (shalat) Jumat yang lain dan dari (puasa) Ramadhan ke (puasa) Ramadhan yang lain adalah penghapus dosa-dosa kecil di antara waktu-waktu tersebut selama tidak melakukan dosa besar” (HR Muslim no. 233).
Ada pula firmanNya, yang berarti, "(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil" (QS: An Najm: 32).
“Jadi, intinya, ” lanjut salah satu jamaah tadi, “Allah dan RasulNya sendiri yang sudah melakukan pembagian dosa besar dan dosa kecil ini. ”
“Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dosa besar adalah setiap dosa yang diancam dengan siksa khusus seperti berzina, mencuri, durhaka kepada kedua orangtua, menipu, bersikap jahat kepada kaum muslimin dan lainnya”
“Lalu, bagaimana dengan dosa kecil?” Tanya saya.
Jamaah yang lain menjawab, “Dosa jenis ini terjadi karena sulit bagi kita untuk menghindarinya. Terkadang kita melakukannya pun tanpa sadar. Misalnya, ketika harus berdesak-desakkan di bus atau Kereta, dan tanpa sengaja harus bersentuhan dengan lawan jenis. Kata kunci di sini adalah tanpa sengaja. ”
“Bagaimana kalau sengaja?” Tanya jamaah lainnya, “Apakah masih bisa dianggap dosa kecil?”
Ada yang menjawab, “Para ulama, tentu berdasarkan dalil-dalil, sepakat bahwa besar kecilnya dosa pada dasarnya ditentukan bukan semata-mata dari jenis pekerjaannya. Di sini berlaku ungkapan, bahwa tidak ada dosa kecil selama si pelaku mengangagap remeh dosa tersebut.
“Misalnya seorang laki-laki memandang wanita dan ini adalah zina mata, namun zina mata lebih kecil dari zina kemaluan. Tapi dengan melakukannya terus-menerus maka dia akan menjadi besar. Sebab tidak ada dosa kecil kalau dilakukan terus-menerus, sebagaimana dikatakan seorang salaf: 'Tidak ada yang namanya dosa kecil kalau dilakukan terus-menerus dan tidak ada dosa besar apabila diiringi dengan taubat."
“Dosa kecil pun dapat menjadi besar jika si pelaku justru merasa bangga dengan kelakuannya tersebut. Perasaan bangga gembira dan senang terhadap dosa, menjadikan dosa tersebut menjadi besar. Ketika rasa senang kepada dosa kecil sudah mendominasi diri seseorang, maka menjadi besarlah dosa kecil tersebut, dan besar pula pengaruhnya untuk menghitamkan hatinya. Sampai-sampai ada yang merasa bangga karena bisa melakukan sebuah dosa, padahal kegembiran pada sebuah dosa lebih besar dari dosa itu sendiri. Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. 24:19)
“Misalnya seperi orang yang berkata: Tidakkah kamu tahu bagaiman aku membuntuti fulan dan berhasil melihatnya atau ucapan-ucapan dan perbuatan lainnya yang menunjukkan sikap bangga dan senang atas perbuatan dosa. Maka semua itu menjadikan dosa yang semula kecil menjadi besar.
“Sikap santainya dalam melakukan dosa, tidak adanya rasa takut kepada Allah SWT dan pengawasan-Nya. Perasaan aman dari siksa Allah SWT adalah gambaran dari menyepelekan tabir Allah SWT. Dia tidak sadar bahwa perbuatannya itu mendatangkan murka Allah SWT. Ibnu Abbas r. A. Berkata: Wahai orang yang berdosa, jangan merasa aman dari akibat buruknya. Tatkala suatu dosa diikuti oleh sesuatu yang lebih besar dari dosa, jika kamu melakukan dosa, tanpa merasa malu terhadap pengawas yang ada di kanan kirimu, maka kamu berdosa, dan menyepelekan dosa itu lebih besar dari dosa itu sendiri, …, kegembiraanmu dengan dosa ketika kamu sudah melakukannya, itu lebih besar dari dosa itu sendiri, kesedihanmu atas suatu dosa ketika ia lepas darimu (tidak dapat melaksanakannya), maka itu lebih besar dari dosa itu sendiri. Kekhawatiranmu terhadap angin ketika ia menggerakkan daun pintumu pada saat kamu sedang melakukan dosa serta hatimu tidak pernah risau dengan pengawasan Allah SWT kepadamu, maka itu lebih besar dari dosa itu sendiri."
Saya dan jamaah lainnya mengangguk-angguk. Penjelasan tersebut sudah cukup panjang. Namun ternyata masih ada kelanjutannya.
“Contoh lainnya adalah seseorang yang melakukan dosa dengan terang-terangan di depan umum atau dengan menceritakannya kepada orang lain padahal jika ia tidak menceritakannya orang lain tidak ada yang tahu, kecuali dia dengan Rabbnya. Dengan sikap ini berarti ia telah mengundang hasrat orang lain untuk melakukan dosa tersebut dan secara tidak langsung ia telah mengajak orang lain untuk ikut melakukannya. Dalam hal ini ia telah melakukan dua hal sekaligus yaitu dosa itu sendiri ditambah mujaharahnya, sehingga dosanya pun menjadi besar.
Rasulullah SAW bersabda, "Setiap umatku dapat diampuni dosa-dosanya kecuali orang yang mengekspos dosa-nya. Contoh dari mengekspos dosa adalah seorang yang melakukan dosa di malam hari, kemudian pada pagi harinya, padahal Allah SWT telah menutupi dosanya, ia mengatakan: Wahai fulan, tadi malam saya telah melakukan demikian dan demikian. Di malam hari Allah SWT telah menutupi perbuatan dosanya, namun di pagi harinya justru ia sendiri yang menyiarkannya." (HR: Bukhari 5721, Baihaqi 17373, Dailami 4795)
Semua akhirnya terdiam. Mereka sibuk menghitung jejak dosa masing-masing. Jejak dosa yang menyebabkan mereka terhijab dari Allah.
Allah, yang sesungguhnya dekat, jadi terasa jauh, karena terhijab oleh kesalahan dan kelalaian kita sendiri.